Para Kucing Ibu yang (Mungkin) Sudah di Surga

Tidak ada komentar
Salah satu kucing ibu yang meninggal
 karena tulang tengkoraknya bonyok.
 Dokpri



Hidupku rasanya tidak pernah jauh dari hewan berbulu yang sangat lucu ini. Kata ibu, sejak aku di dalam kandungan memang ada seekor kucing yang setiap hari suka tidur di perut ibu. Jadi mungkin perkenalanku sama hewan lucu ini sudah lama sekali 😆. 

Di usia 4 tahun lebih sedikit, aku ikut ibu ke Bandung dan ternyata ibu juga memelihara seekor kucing betina belang abu yang diberi nama Manis. Sayangnya si Manis ini tidak tahu pergi kemana saat kami pindah rumah. Ya edukasi tentang steril kucing belum sampai ke telinga keluargaku saat itu, taunya ya pelihara kucing itu yang penting dikasih makan, diajarin toilet training dan diajarin nggak nyolek burung puter milik keluarga karena bapak pasti akan marah besar. 

Kucing bernama Manis

Di rumah baru, kami juga diberi seekor kucing kecil (kitten) oleh tetangga tetapi tidak lama kemudian meninggal. Dikarenakan banyak tikus yang berkeliaran, ibu berinisiatif menangkap kucing liar untuk dipelihara. Aku masih ingat saat ibu menangkap kucing berwarna kuning sampai jari tangannya berdarah-darah. Kucing kuning berekor bundel itu akhirnya kami beri nama Manis. Setelah ditraining selama seminggu tanpa keluar rumah, si Manis pun akhirnya diijinkan keluar rumah dan sudah tau siapa pemiliknya serta rumah tempat dia pulang. Tetapi Tuhan lebih sayang kepada si Manis sehingga memanggilnya pulang lebih cepat. Seolah merasa akan segera dipanggil, si Manis membawa saudaranya (entah saudara kandung beda ayah atau adiknya) ke rumah kami. Kucing putih kuning yang dibawa si Manis ini tidak lama kemudian menggantikan posisi si Manis sebagai salah satu penghuni rumah kami. Jangan tanyakan dimana si Manis meninggal karena saat sekarat pun dia sudah pergi entah kemana. 

Si Kakek, Kucing Ibu yang Berumur Panjang

Ibu juga sama seperti aku, sering ngajakin ngobrol kucing-kucingnya termasuk kepada kucing kuning-putih pengganti si Manis. Setelah diselidiki ternyata si kucing ini berjenis kelamin jantan tetapi wajahnya cantik mirip kucing betina makannya sering dikejar-kejar garong penunggu desa. Kucing kuning-putih yang sering dipanggil kakek ini hidup sejak tahun 1998-2010. Rupanya si kakek panjang umur dan setia menemani keluarga kami walaupun sudah berkali-kali kami menyangka dia meninggal karena banjir besar. Ya rumah yang kami tempati memang letaknya tidak jauh dari sungai Citarum dan banjir itu sudah menjadi langganan setiap tahun sejak 2004. Entah bagaimana si Kakek selalu survive, tapi pernah suatu saat setelah banjir adikku berkata mungkin si kakek meninggal. Eh tidak lama kemudian muncullah dia dengan keempat kakinya penuh lumpur masuk ke dalam rumah yang habis di pel. Hasilnya ya si kakek dimarahin ibu 😂. 


Tahun 2010 ibu mulai cerita bahwa si kakek sudah tidak mau makan banyak, makan juga pilih yang empuk seperti daging ayam rebus bukan ayam goreng dan tubuhnya mulai kurus. Dari jauh aku selalu berdoa semoga si kakek masih tetap hidup sampai aku selesai kuliah. Tapi si kakek lebih dulu pulang ke pangkuan Tuhan tidak lama setelah ibu bercerita tentangnya. Kira-kira di usia 12tahunnya manusia, si kakek pulang tanpa ingin kami tahu jasadnya dimana. Kucing-kucing kami berpulang ke pangkuan sang Pencipta tanpa meninggalkan jejak. 

Setelah ditinggalkan oleh si Kakek, ibu dan adik-adikku mulai mencari kitten untuk dipelihara. Iya memelihara kucing sejak kitten lebih gampang dididik daripada memelihara kucing dewasa (aku juga mengalaminya). Sepulang sekolah adikku menemukan kitten kecil berwarna abu-abu di dekat selokan yang akhirnya dibawa pulang. Tetapi selang 3 bulan si kitten meninggal karena tengkorak kepalanya bonyok entah kenapa.

The Last Owi

Setelah itu nini Uho (tetangga kami) memberi seekor kitten yang tersesat di dalam rumahnya untuk dipelihara. Usianya mungkin baru satu bulan, saat awal dipelihara ibu bercerita dia hanya mau minum susu dan makan remahan biskuit bahkan badannya dipenuhi jamur dan dia selalu nyaman di dalam kardus.  Sekali waktu aku pulang ke rumah, aku mandikan kitten dengan shampoo anti jamur. Saat dijemur bersama kardusnya, ibu mengira bahwa dia mati. Padahal dia hanya tiduran di lap dalam kardus. Sesekali waktu ku lihat kitten itu ngenyot kain lap yang dikira nenen induknya. Seluruh hatiku rasanya teriris melihat keadaan si kitten, sampai akhirnya memberanikan diri mengoles jamurnya dengan salep. "Kamu harus sembuh!", Kataku di dekat telinga si kitten yang akhirnya diberi nama Owi. Dengan nama tersebut harapan kami adalah dia bisa sehat seperti kucingku yang bermana Snowy. Di tengah pengobatan jamurnya, ibu yang setiap hari melihat keadaan Owi sampai hopeless dan berkata, "Owi kalau mau pulang nggak apa-apa, ibu ikhlas. Tapi kalau masih mau sama ibu, ya cepetan sehat!".

Kira-kira seperti ini penampakan Owi waktu masih kitten.
Tidak ada foto Owi di smartphoneku.
Copyright : shiq4.wordpress.com


Aku yakin dukungan dari keluarga membuat Owi akhirnya mulai nafsu makan dan 3 bulan kemudian udah gendut. Lincah bermain kesana-kesini, suka nangkap tikus dan tidak ada yang menyangka bahwa ini Owi yang dulu jamuran mirip tikus got.

Semakin besar semakin cantik si Owi ini, tapi galak sih. Aku pernah mau gendong Owi tapi malah dicakar. Galaknya itu 11 12 sama Snowy deh. Dielus aja marah-marah dia. Tapi kalau setianya luar biasa, ibu mau berangkat jualan aja dianterin sampai depan gang. Bahkan kalau tidak disuruh pulang, dia bakalan nganter sampai warung. Riskan banget ketabrak kan karena jalan desa juga ramai kalau pagi-pagi. 

Sayangnya, prahara yang terjadi di dalam keluarga kami membuat Owi kena imbasnya. Setelah rumah itu kosong, aku sempat mendengar kabar bahwa Owi sering numpang makan di rumahnya Aa Cepi. Istri Aa Cepi memang sayang sama Owi tapi aku tidak tahu apakah Owi dipelihara atau cuma numpang makan. Sampai sekarang aku menyesal kenapa saat itu tidak membawa Owi sekalian ke Jogja. Setiap ada berita banjir di Bandung Selatan, yang terpikirkan adalah Owi bukan rumah itu lagi. Maafkan kami Owi, semoga Owi selalu di genggam erat oleh tangan-tangan Tuhan yang bekerja di bumi. 

Owi yang galak banget, aku masih selalu ingat bahwa warna kuningmu hanya ada di telinga dan ekor saja. Taringmu yang satu tinggal setengah dan kalau makan tergesa-gesa. Aku disini juga selalu berusaha mengenang Owi dengan memberi makan kucing-kucing liar yang sering main ke rumah walaupun itu tidak bisa menghapus rasa bersalahku kepada Owi.

Tidak ada komentar